Profil

Rabu, 30 Mei 2012

dan lagi..."Otonomi"


Tujuan utama Otonomi Daerah adalah tercapainya penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) dengan landasan demokrasi yang menitikberatkan pada peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan keanekaragaman asset sosial, ekonomi, budaya di aras lokal.

Demokrasi partisipatoris menjadi impian Otonomi Daerah karena lebih banyak bertumpu pada kekuatan rakyat, namun di sisi lain masyarakat. Namun, Otonomi Daerah menyisakan banyak masalah karena belum tuntasnya peraturan pemerintah tentang petunjuk pelaksanaan dan implementasi yang cepat dan tepat. Penyelenggaraan kebijakan Otonomi Daerah oleh Pemerintah Pusat cenderung tidak dianggap sebagai amanat konstitusi sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat. Otonomi Daerah memberikan keleluasaan dan kewenangan yang bersar kepada daerah untuk memberdayakan daerah sehingga akan menimbulkan disintegrasi akibat terkotak-kotaknya daerah tanpa adanya kontrol dari Pusat. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Dengan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab yang tetap terjaminnya hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-Daerah. Dengan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah Otonom dan karena itu daerah kabupaten maupun kota tidak lagi menjadi wilayah administrasi. Otonomi Daerah diarahkan untuk lebih meningkatkan peranan dan fungsi DPRD, baik sebagai sebagai fungsi legislatif, fungsi kontrol maupun anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
Dengan demikian setiap daerah kabupaten dan kota berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Selain itu juga agar tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta secara horisontal antar daerah satu dengan daerah yang lain.
Otonomi Daerah menjadi sebuah pengalihan sebagian tugas dan wewenang dari Pusat ke Daerah. Maka daerah, kabupaten dan kota, lahir otoritas atau wewenang dan fungsi-fungsi baru bagi daerah, yang sering dikatakan memunculkan "kerajaankerajaan kecil" di aras lokal. "Kerajaan-kerajaan" ini akan melahirkan "raja-raja" kecil dengan otoritas dan kekuasaan yang luas. Orang cenderung mengkhawatirkan adanya pengalihan tugas dan wewenang ini juga berpindahnya kebiasaan yang menyertai kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme ke arah lokal. Kesenjangan antar daerah yang secara sosial-budaya sesungguhnya terintegrasi secara historis bisa jadi tercerai berai karena diberlakukannya sistem pemerintahan otonom yang bertumpu pada daerah kabupaten atau kota. Artinya, di arah lokal akan terkotak-kotak dalam susunan yang sangat kecil (kota dan kabupaten) maka nyata mereka tidak saja secara admistratif dan manajemen terpisah, tetapi secara politik dan ekonomi juga membuka tingkat persaingan dan perebutan asset wilayah luar biasa di masa depan. Pada hal sebelumnya daerah itu terintegrasi secara komprehensif. Otonomi Daerah diarahkan untuk memperbesar tingkat partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan negara. Di alam modernisasi, partisipasi rakyat memang sering menimbulkan atau memperbesar tingkat intensitas konflik-konflik komunal. Sehingga, perubahan sosial lebih banyak merupakan reinkarnasi dari solidaritas komunal daripada integrasi kelompok-kelompok yang saling berbeda.
Perasaan primordial pada arah lokal dalam era Otonomi Daerah juga akan semakin bertambah kuat, apalagi sebagian besar masyarakat belum menghayati pola-pola sosialisasi modem dan perubahan-perubahan yang menyertainya. Otonomi Daerah sering dipahami sebagai bagian politik pusat untuk menguasai daerah. Maka tidak mengherankan sebagian daerah yang lain justru menerjemahkan Otonomi Daerah dengan kemerdekaan. Otonomi Daerah secara teoritis dipandang sebagai upaya mengintegrasikan kepentingan ekonomi dan politik antara Pusat dan Daerah, untuk mengintegrasikan nilai dalam masyarakat yang sedang berkembang, baik melalui strategi yangmenekankan pentingnya konsensus dan memusatkan perhatian pada usaha menciptakan keseragaman semaksimal mungkin maupun menekankan interaksi antarakepentingan-kepentingan kelompok dengan kepentingan daerah.
Otonomi Daerah selain optimis juga harus disikapi dengan hati-hati karena berbagai hambatan baik pada tingkat penyelenggara negara maupun pada tingkat masyarakat bawah masih perlu sarana untuk memperlancar arus informasi dan dialog sehingga tercipta pola komunikasi politik yang mampu membangun sebuah partnership yang mendorong daerah untuk mandiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar